Branding Permainan Digital
Juni 9, 2025Kerumitan Media Digital dan Logika Dasar Ekonomi Bisnis
Kalau Anda serius menjalankan divisi layanan media digital, pasti sudah tahu: memproduksi konten kreatif digital dan layanan terkait jauh lebih kompleks dan mahal dibanding iklan media tradisional. Ini bukan sekadar opini, tapi realitas global, dan belum ada tanda-tanda akan berubah. Platform dan tools baru bermunculan lebih cepat dari tren “pivot to Reels”, menambah lapisan biaya, kerumitan, dan kekacauan.
Kalau diam-diam Anda dengar baik-baik, mungkin bisa terdengar rintihan developer yang kelelahan di malam hari. Anehnya, banyak agensi, terutama di level lokal, tampaknya mengabaikan fakta ini. Akibatnya? Banjir proyek setengah matang mengotori pasar, seperti sistem got yang terlalu dipaksakan. Semua ini terjadi karena agensi gagal memahami atau mendukung tuntutan industri mereka sendiri.
Agak menyedihkan sebenarnya. Desainer? Banyak. Programmer berkualitas? Sejarang Slack channel yang benar-benar hening. Developer berpengalaman sangat dibutuhkan, tapi nilainya sering diremehkan, bahkan lebih parah: di-outsourcing tanpa pertimbangan. Hasil akhirnya? Para developer digital dan ekonom bisnis secara tidak sadar justru menjegal kakinya sendiri.
Lalu apa solusinya?
Ada beberapa langkah praktis yang bisa diambil para pengiklan, marketer, konsultan, kreator, developer, dan agensi tempat mereka bekerja, untuk membangun hubungan kerja yang lebih efisien dan produktif. Kuncinya? Komunikasi, riset, dan logika bisnis dasar. Bukan hal revolusioner, tapi seringkali dilupakan.
Langkah pertama adalah memahami realitas “di balik layar”. Divisi bisnis, departemen keuangan, dan pasar lokal perlu tahu bagaimana skema pendanaan digital bekerja. Account manager yang terlibat dalam diskusi biaya dan SDM harus paham seberapa dalam effort dan waktu yang dibutuhkan untuk kerja digital yang sebenarnya.
Silo organisasi? Hancurkan. Meskipun bagan organisasi rapi kelihatan keren di PowerPoint, divisi media dan marketing perlu gesit mengikuti fluktuasi anggaran dan pergeseran pasar. Fleksibilitas itu wajib, baik dalam perencanaan maupun saat klien mendadak mengajukan revisi "urgent" dua jam sebelum deadline.
Saran lainnya: jangan libatkan semua orang yang “terkait” dalam setiap diskusi proyek. Kolaborasi itu penting, tapi kebanyakan orang justru bikin berantakan. Terutama kalau agensi membawa rekanan partner dengan layanan tambahan yang tidak jelas batasnya. Akhirnya, semuanya kabur. Peran yang jelas akan hasilkan output yang jelas.
Profesional sejati tahu bahwa mengelola strategi digital, pengembangan program, dan layanan yang bernilai butuh kontrol strategis dan kepemimpinan berpengalaman. Semua pihak yang terlibat, dari intern hingga direktur, harus paham bagaimana keputusan mereka memengaruhi biaya, kualitas, dan profitabilitas. Di situlah bisnis berkelanjutan bisa bertumbuh.
Pintarlah dalam mengatur digitalisasi. Pendekatan realistis artinya Anda tahu apa yang sedang diinvestasikan, tahu mana aktivitas yang jadi pendorong penjualan utama, dan bisa menekan biaya, baik lokal maupun global. Agensi yang terlalu sibuk mengejar kuantitas aplikasi justru sering berakhir dengan produk tak relevan dan merugikan secara finansial.
Tentang outsourcing vs in-house? Pilihannya tergantung tujuan. Kalau Anda menjanjikan kolaborasi kreatif yang seamless dan hasil digital yang groundbreaking, outsourcing bisa jadi bumerang. Tapi kalau yang Anda butuhkan adalah landing page standar atau banner animasi, produksi internal mungkin lebih masuk akal, asal dikelola dengan benar.
Dan efisiensi? Itu harga mati. Ini sudah 2025. Kalau tim Anda masih terjebak dalam rapat yang hanya untuk menyenangkan ego seseorang, berarti ada yang salah. Kalau kita bisa video call dengan nenek di luar negeri secara gratis, kenapa kickoff meeting proyek masih ribet? Gunakan teknologi, jangan buang waktu.
Terakhir, hanya karena web memungkinkan Anda membangun situs real-time dengan CRM, dashboard pelacakan, dan laporan otomatis, bukan berarti Anda harus selalu melakukannya. Tawarkan fitur-fitur kompleks hanya kalau masuk akal secara bisnis. Sisanya? Tetap sederhana. Fokus pada pengalaman pengguna yang bersih, strategis, dan efisien.
Strategi digital bukan sulap. Tapi butuh kedewasaan, pengalaman, dan kejujuran brutal terhadap kemampuan tim Anda. Tantangan sebenarnya adalah menyatukan semua pihak, internal dan eksternal, agar tidak lagi memperlakukan digital sebagai entitas asing yang sulit dipahami.
Mari kita sederhanakan percakapan ini. Mari kita profesionalkan industrinya. Dan mari kita kembali fokus pada pekerjaan yang sebenarnya.
Pertama kali diterbitkan di Majalah Bisnis Indonesia, 2012. Diperbarui untuk relevansi tahun 2025.